Hentikan Pramuka "WAJIB" di Sekolah
(Catatan Pembina Pramuka)
Sekilas ulasan dampak berlakunya Permendikbud 63 Tahun 2014 tentang Extra kurikuler Kepramukaan yang Wajib yang di laksanakan sekolah pada Kurikulum 2013.
Sebelum masuk ke pembahasan "Pramuka Wajib", Ada beberapa istilah dan kondisi penting yang perlu di pahami masyarakat tentang Kepramukaan di sekolah. Pertama saya coba jabarkan dulu beberapa istilah penting.
1. PRAMUKA, adalah anggota muda berusia 7-25 Tahun yang telah menyelesaikan SYarat Kecakapan Umum paling rendah ditingkatannya dan telah dilantik dengan mengucapkan Dwi Satya (Siaga) dan Tri Satya (Penggalang - Penegak dan Pandega)
Artinya : Anak muda yang berseragam Pramuka tapi belum menyelesaikan SKU tingkat pertamanya, tidak bisa disebut sebagai Pramuka, tidak berhak mengenakan tanda pelantikan dan belum terlatih dengan ketrampilan minimal.
2. Gerakan Pramuka adalah nama ORGANISASI yang ditetapkan dalam UU No 12 tahun 2010. Gerakan Pramuka yang berpangkalan di sekolah bernama Gugusdepan, tidak dibawah OSIS, memiliki struktur tersendiri dari Kepala sekolah hingga Pembina.
3. Kepramukaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh PRAMUKA.
Gerakan Pramuka (GP) telah memiliki pola pembinaan untuk Pramuka hingga pedoman latihan di gugusdepan. Kepramukaan sangat beragam dan banyak melibatkan berbagai instansi pemerintahan untuk menambah skills anggota Pramuka.
Dalam Permendikbud 63 Tahun 2014, extrakurikuler (exkul) Kepramukaan di Wajibkan dengan 3 sistem penerapan yaitu :
- Sistem BLOK (Wajib dan dilakukan saat awal masuk)
- Sistem Aktualisasi yang di sesuaikan materi pelajaran oleh para guru. Misal pelajaran bahasa inggris, maka latihan menggunakan bahasa inggris.
- Sistem Reguler untuk para siswa yang secara sukarela mendalami Kepramukaan, mengikuti metode kepramukaan salah satunya dengab memenuhi SKU kecakapan umum dan SKK kecakapan khusus.
Seragam Pramuka
Permendikbud 63/2014 yang masuk di Kurikulum 2013 ini "mewajibkan" (baca : Memaksa) siswa mulai dari kewajiban mengenakan seragam pramuka selama satu hari dalam seminggu, memaksa siswa ikut "pelajaran" Kepramukaan, memaksa Siswa Ikut Exkul dan meluangkan waktunya sepulang sekolah untuk latihan Kepramukaan, dan juga memaksa Guru guru untuk berlatih dan terlatih menjadi Pembina Pramuka.
Permendikbud ini mewajibkan juga Kepala Sekolah mengikuti Kursus Orientasi Pramuka dan atau Kursus Mahir Dasar sebagai Pembina Pramuka agar secara tanggung jawab materi, pelaksanaan Exkul Kepramukaan Wajib dapat berjalan dengan baik.
Konsekuensi dari Permendikbud 63/2014 itu dilapangan adalah :
1. Semua siswa berseragam pramuka "diwajibkan" mengikuti proses penjejanjangan keanggotaan Pramuka dan pemenuhan SKU. Ini yang tidak benar karena Dalam extra kepramukaan, siswa hanya memperoleh pengetahuan dan wawasan saja. Latihan exkul 2 jam perminggu hanya akan mendapatkan materi teori dan beberapa praktek ringan yang belum memenuhi Syarat Kecakapan Umum (SKU).
Penjenjangan anggota, misal jika usia SMA disebut Pramuka Penegak, adalah : Tamu Ambalan - Calon Penegak - Penegak Bantara - Penegak Laksana - Pramuka Garuda
Penjenjangan ini hanya dilakukan dengan syarat :
A. Sukarela, bukan program WAJIB
B. Menyelesaikan pentahapan pembinaan sesuai pola dan mekanisme pembinaan yang telah ditetapkan
C. Didampingi pembina satuan
D. Menyelsaikan SKU dan Syarat Kecakapan Pramuka Garuda.
Pada kenyataannya dilapangan penjenjangan dilakukan dalam exkul kepramukaan WAJIB. Sehingga terjadi adalah menjadi Anggota Pramuka WAJIB
2. Ketika satu angkatan siswa menjadi "Pramuka Wajib" maka seharusnya kebutuhan pembina pramuka di sekolah juga melonjak. Perbandingan 1 pembina : 10 anggota Pramuka menjadi tidak terpenuhi. Bayangkan jika satu angkatan siswa ada 5 kelas, atau 200 siswa, minimal harusnya seyogyanya ada 20 pembina yang bertugas di satu sekolah itu jika perlakukannya sebagai Pramuka. Kenyataan dilapangan, 2-3 orang pembina menangani 200 siswa.
3. syarat menjadi pembina minimal menempuh kursus mahir dasar (KMD) san KML dan memiliki Surat Hak Bina dari Kwartirnya.
Dilapangan, yang terjadi adalah : Guru guru yang bersinggungan dengan materi kepramukaan di minta menjadi "Pembina" untuk menutupi kebutuhan tenaga pengajar exkul Kepramukaan di sekolah. Ada guru yang beruntung, dikirim oleh sekolah atas biaya sekolah untuk ikut KMD dan KML. Ikut, karena diperintah oleh sekolah, karena di biayai sekolah.
4. Dari sisi siswa, sistem Blok - Aktualisasi dan Pramuka "Wajib" tidak diminati siswa. Siswa cenderung bolos, absen dan susah diberi materi karena kondisi diwajibkan. Hal ini justru mematikan gairah dan menimbulkan konflik horisontal antar siswa yang notaabene militan/ secara sukarela benar2 ingin berkembang dengan mengikuti pola Pembinaan Pramuka dengan menyelsaikan SKU dan pentahapannya.
Siswa yang serius sukarela ingin berlatih Pramuka menjadi terintimidasi oleh rekan rekannya yang tidak rela "dipaksa"ikut kepramukaan dalam exkul. Sehingga di sekolah, citra kepramukaan memburuk, tidak diminati oleh siswa.
5. Ketrampilan yang di berikan oleh pembina dan pelatih di sekolah tentang materi kepramukaan tidak maksimal. Pramuka menggunakan experiential learning dan berkegiatan di alam terbuka sebagai metode pembelajarannya. Banyak ketrampilan2 taktis yang harus di kuasai peserta didik anggota saat berkegiatn pramuka di alam terbuka seperti :
- simpul jerat ikatan
- komunikasi lapangan
- Pertolongan Pertama
- Ilmu medan peta kompas
- teknik penyeberangan kering
- teknik penyeberangan basah
- mendirikan tenda
- survival, dan banyak lagi.
Di Pramuka, semua materi tersebut ditata terstruktur dan ada ujiannya. Ada indikator keberhasilan latihan dalm bentuk Syarat Kecakapan Umum.
Itulah mengapa, Disebut Pramuka dan boleh mendapatkan KTA adalah jika telah menyelesaikan SKU tingkat pertama di golongannya, misal :
- Pramuka Siaga Mula
- Pramuka Penggalang Ramu
- Pramuka Penegak Bantara
- Pramuka Pandega
Sebelum menyelsaikan SKU dan dilantik menjadi Anggota Gerakan Pramuka dengan mengucapkan Tri Satya didepan Pembina nya , maka siswa/anak muda itu hanya disebut sebagai anak muda yang berseragam pramuka. Bukan Anggota Pramuka.
6. Pemakaian Seragam Pramuka yang di Wajibkan akibat permendikbud juga tidak tepat. Seragam Pramuka memilik petunjuk penylenggaraan tersendiri yang diatur dalam SK Kwarnas. Pemakaian "WAJIB" di sekolah ini juga tidak tepat karena sebagai Tanda Pengenal Umum, ada aturan maen mengenakan seragam Pramuka serta tanda tanda yg melekat di seragamnya.
Yang utama adalah tanda pelantikan. Badge coklat lambang Gerakan Pramuka serta Logo WOSM ungu itu hanya boleh dipake oleh Pramuka yang sudah Dilantik jadi anggota, yg seperti penjelasan diatas, sudah menyelesaikan SKU pertamanya dan mengucap Dasa Dharma. Yang terjadi dilapangan, kedua badge ini di berikan bersama bahan seragam saat masuk sekolah/ regustrasi kenaikan kelas.
Padahal mengenakan tanda ungu WOSM (World Organization Scout Movement) itu ada aturannya dan membayar. Setiap tahun, Gerakan Pramuka wajib membayar bebbrapa ratus juta untuk menjadi Anggota WOSM yang dihitung dr jumlah siswa yang dilaporkan memakai seragam pramuka, meskipun bukan anggota gerakan pramuka.
Pemakaian seragam ini juga memberi kesan/ paradigma yang salah dr masyarakat tentang pramuka. Tidak sedikit ada siswa/anak muda yang mengenakan seragam pramuka coklat tapi terlibat tawuran, perkelahian, demonstrasi (yang seharusnya tidak boleh) dan banyak haal negatif lain di mata masyarakat.
Seragam pramuka yang merupakan identitas kebanggaan Anggota Gerakan Pramuka dari peserta didik hingga orang dewasa menjadi tercoreng dan dianggap tidak elegan di mata masyarakat karena penggunannya tidak tepat pada kegiatan exkul kepramukaan Wajib di Sekolah.
Pun hal yang sama terjadi tentang ketrampilan yang dikuasai. Masyarakat menganggap, jika sudah berseragam pramuka, maka siswa/anak ini sudah terlatih dan mandiri. Sudah bisa kegiatan di alam bebas dengan aman, dst. Padahal ada banyak aspek yang harus dikuasai dan dilatih dalam kepramukaan sebelum dinyatakan cakap dalam ketrampilan tertentu.
Contoh terdekat dalam kasus Extra Kurikuler Kepramukaan Wajib di SMPN 1 Turi yang memakan korban Susur sungai. Berikut bebrapa fakta dari sisi kepramukaan yang perlu di pahami dan dapat menjadi pelajaran kita semua.
1. Kegiatan susur sungai yang dilakukan adalah kegiatan Sistem Blok extra Kurikuler Kepramukaan Wajib yang diikuti kelas 7-8 SMP, bukan kegiatan Pramuka Reguler (yang sukarela dan terlatih) oleh gugusdepan Pramuka.
2. Karena Blok, maka semua siswa (250 an anak) melakukan ini saat latihan eskul rutin tiap jumat. Bukan agenda sendiri diluar rutinitas sekolah.Blok harus mengambil nilai bagi kelas 7 dan kelas 8. Penilaian menentukan kenaikan kelas siswa.
3. Siswa mengenakan seragam pramuka dr pagi karena di Wajibkan oleh sekolah. Yang putri mengenakan Rok, karena ini dalam rangka ekskul wajib lanjutan kegiatan di sekolah. Pakaian yang tidsk sesuai dengan program susur sungai
4. Kelas 8 (kelas 2 SMP) ada yang telah menyelsaikan SKU penggalang dan terlatih sehingga menjadi Dewan Penggalang (pengurus). Tim DP ini sudah mengingatkan Kakak Pembina sebelum turun sungai, bahwa sungai air berwarna coklat meskipun debit normal. Biasanya, air disana jernih, ini menandakan ada perubahan di hulu atas akibat hujan. Kemampuan membaca arus ini diberikan oleh Kepramukaan dengan latihan yang sukarela dan diuji oleh SKU nya. Sayangnya pembina mengindahkan informasi dr Dewan Penggalang ini.
5. Kegiatan sistem Blok susur sungai ini bukan hal yang pertama, program ini sudah terlaksana bebeapa kali sbelumnya. hanya saja, kasus sungai sempor ini berpindah titik lokasi start dan finishnya.
6. Siswa yang diwajibkan susur sungai tidak terlatih dan tidak siap. Mereka diminta menyusuri ke arah hulu, menentang arus, tanpa peralatan pengaman, tanpa memperhitungkan cuaca, dan tanpa bekal ketrampilan penyeberangan basah yang mencukupi sehingga jatuh korban.
7. Pembina yang bertanggung jawab terhadap program ini tidak mengindahkan peringatan warga yg cenderung arogan, informasi dari siswa tidak di perhatikan, tidak kompeten dibidang kegiatan alam terbuka, dan terlalu memaksakan program tetap berjalan meskipun cuaca tidak mendukung. Sehingga jatuh korban yang seharusnya tidak perlu terjadi. Kesimpulan di ambil oleh Kwartir adalah, ini murni kecerobohan dan arogansi pribadi pembina yang bertanggung jawab.
8. Kegiatan alam terbuka pasti mengandung resiko. Ketrampilan melakukan analisa resiko dan mengeloa risiko (risk management) adalah ketrampilan yang harus dikuasai pegiat alam bebas, tidak terkecuali pramuka. Masih belum turunnya alat bantu analisa risiko dr SK Kwarnas 227 tahun 2007 tentang Management Risiko serta masih lemahnya pelatihan tentang manajemen risiko hingga ke level pembinaan di gugusdepan mengakibatkan kesalahan dilapangan menjadi tinggi dan mengakibatkan fatal bagi semua pihak. terlihat dr tidak pedulinya pembina SMP 1 Turi yang menentukan program terhadap keselamatan siswa dan keamanan perjalanan susur sungai tersebut.
Rekomendasi
1. Evaluasi Permendikbud No 63 tahun 2014 tentang extra kurikuler kepramukaan Wajib. Jika perlu, Cabut/ hentikan Permendikbud di Kurikulum 2013 tersebut dan kembalikan aktifitas Kepramukaan di sekolah berdasarkan program extra kurikuler reguler/ sukarela.
Anggota WOSM lbh dari 100 NSO (National Scouts Organization) atau Negara. Dan hanya Indonesia yang memberlakukan Pramuka Wajib. Jd permendikbud ini tidak sesuai dengan kaedah pendiri Scout tentang Kesukarelaan.
2. Pembenahan pelatihan dan kursus di dalam Gerakan Pramuka secara menyeluruh dari Pusdiklat tingkat Nasional - Daerah - Cabang yang memasukan ketrampilan analisa risiko.
3. Pendataan Ulang Pembina yang memiliki Surat Hak Bina di sekolah sekolah dengan pendataan Gugusdepannya, lakukan pelatihan berkala bagi Pembina Pramuka. Capai targer komposisi yang tepat antara junlah pembina dengan peserta didiknya.
4. Penyusunan STandard Operation Procedure (SOP) dan tata pelaksanaaan kegiatan di luar sekolah yang disepakati oleh Pembina - pihak sekolah - dinas pendidikan dan Kwartir berdasarkan SK Kwarnas 227 tahun 2007 tentang Manajemen Risiko di Gerakan Pramuka.
5. Pelatihan dan peningkatan ketrampilan Manajemen Kegiatan Alam Terbuka bagi seluruh Pembina Pramuka agar menguasai ketrampilan dasar mengelola kegiatan bersama peserta didik mengarah ke Kompetensi Kerja
6. Kwartir perlu Mendirikan Lembaga Sertifikasi untuk menguji Kompetensi Pembina dan Pelatih Pembina secara nasional.
Semoga bermanfaat
Salam Pramuka !
Review dinihari, Jumat 29 Februari 2020
7 hari setelah kejadian musibah susur sungai Sempor Sleman DIY
Aji Rachmat, ST
*Pembina Pramuka DIY
*Andalan Bina Muda DIY
*Purna Dewan Kerja
*Fasilitator Outbound level Programer Sertifikasi BNSP
*Pemandu Gunung level Madya Sertifikasi BNSP